fbpx

5 Tahun Keluar dari Penjara, Eks Koruptor Baru Bisa Nyaleg

Populer

spot_img

ZONAKATA.COM – JAKARTA Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan melarang mantan koruptor untuk menjadi calon legislatif (caleg).

MK memutuskan mantan terpidana dapat mencalonkan diri menjadi anggota legislatif setelah 5 tahun keluar penjara. MK menilai hal itu untuk memberi waktu introspeksi diri eks koruptor.

“Mengadili. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan Chanel YouTube, Rabu (30/11).

Pasal 240 ayat 1 huruf g yang diubah awalnya berbunyi: Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana;

MK mengubahnya menjadi: Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan:

(i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;

(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan

(iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang;

Menurutnya Pasal 240 ayat (1) huruf g UU 7/2017 sudah tidak sejalan dengan semangat yang ada dalam persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah sebagaimana yang diatur dalam norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU 10/2016 sebagaimana telah dilakukan pemaknaan secara konstitusional bersyarat oleh Mahkamah.

“Padahal keduanya merupakan salah satu syarat formal untuk menduduki rumpun jabatan yang dipilih (elected officials),” ucapnya.

Maka pembedaan yang demikian berakibat adanya disharmonisasi akan pemberlakuan norma-norma tersebut terhadap subjek hukum yang sesungguhnya mempunyai tujuan yang sama yaitu sama-sama dipilih dalam pemilihan.

“Untuk itu pembedaan atas syarat untuk menjadi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan calon kepala daerah yaitu calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota bagi mantan terpidana sebagaimana dipertimbangkan tersebut di atas, dapat berakibat terlanggarnya hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28 j ayat (1) UUD 1945,” ujarnya.

MK menilai masa tunggu 5 tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah waktu yang dipandang cukup untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya bagi calon kepala daerah, termasuk dalam hal ini calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Demikian halnya persyaratan adanya keharusan menjelaskan secara terbuka kepada publik tentang jati dirinya dan tidak menutupi latar belakang kehidupannya adalah dalam rangka memberikan bahan pertimbangan bagi calon pemilih dalam menilai atau menentukan pilihannya.

Karena hal ini, pemilih dapat secara kritis menilai calon yang akan dipilihnya sebagai pilihan baik yang memiliki kekurangan maupun kelebihan untuk diketahui oleh masyarakat umum (notoir feiten).

“Hal ini terpulang kepada masyarakat sebagai pemilih untuk memberikan suaranya kepada calon yang merupakan seorang mantan terpidana atau tidak memberikan suaranya kepada calon tersebut. Selain itu, untuk pengisian jabatan melalui pemilihan (elected officials), karena pada akhirnya masyarakat yang memiliki kedaulatan tertinggi yang akan menentukan pilihannya,” ungkap majelis.

Selain itu, fakta emipirik ada yang mengulang kembali tindak pidana yang sama (in casu secara faktual khususnya tindak pidana korupsi), sehingga makin jauh dari tujuan menghadirkan pemimpin yang bersih, jujur, dan berintegritas.**

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Korban Terdampak Longsor Palangka Kesulitan Air Bersih

ZONAKATA.COM - TANA TORAJA   Korban terdampak bencana alam tanah longsor di Dusun Palangka, Kelurahan Manggau, Makale, mengeluhkan sulit mendapatkan...

Berita Lain