ZONAKATA.COM – TANA TORAJA Polres Tana Toraja dianggap mencederai kemerdekaan pers dalam peristiwa yang menimpa salah satu jurnalis di Toraja pada hari Selasa, 26 Maret 2019 lalu. Pemanggilan jurnalis saat melakukan tugas jurnalistik adalah sebuah pengingkaran atas pelaksanaan UU Pers No 40/99.
Atas kejadian itu, Media Kabar Makassar mengadukan kasus ini ke Mabes Polri dengan melayangkan nota protes terbuka disertai kronologis kasus. Nomer: 047/B/KM-KGI/III/2019 yang ditembuskan ke Dewan Pers, Asosiasi Media Siber Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi, Kapolda Sulsel, Kapolres Tana Toraja, dan BoardKGINetwork.
Dalam nota protes terbuka, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Pol Tito Karnavian diminta untuk memberikan arahan kepada jajarannya untuk menghormati tugas-tugas jurnalis, sebagaimana yang diatur oleh UU Pers No.40/99.
Menurut Pemimpin Redaksi Kabar Makassar, Fritz W Wongkar, dalam siaran persnya, Kamis (27/3) bahwa dirinya mengecam dan prihatin atas kejadian yang menimpa jurnalis Kabar Makassar, Andarias Padaunan di Tana Toraja, dan meminta Kapolri untuk memberikan jaminan keamanan bagi para jurnalis yang bekerja di lapangan,.
“Kemerdekaan Pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia dan supremasi hukum yang dijamin sepenuhnya oleh negara dan itu merupakan hak masyarakat yang dipinjamkan kepada media dan jurnalis, dalam rangka menjalankan hak publik untuk tahu,” jelas Fritz.
Dikatakan jika UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dengan sangat jelas menyatakan, terhadap pers nasional yang menjalankan tugas-tugas pengawasan, kritik, koreksi dan saran-saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, dilindungi oleh negara.
Sehingga pemanggilan, interogasi, dan disertai perampasan alat kerja jurnalistik yang diduga dilakukan oleh orang dekat Wakil Bupati Tana Toraja dan berlanjut dengan pemeriksaan di kantor polisi oleh aparat kepolisian, menurut Frizt merupakan pelanggaran UU Pers No.40/99, khususnya Pasal 4 ayat 2 yang berbunyi terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembreidelan dan atau pelarangan penyiaran.
Fritz menegaskan, pemeriksaan polisi terhadap jurnalis tanpa melalui prosedur, dan penyitaan alat kerja jurnalis tanpa surat penyitaan juga merupakan bentuk teror terhadap kerja-kerja jurnalis, dan pelanggaran yang serius secara hukum.
Untuk itu melalui surat terbuka ini, dilakukan agar menghindari terjadinya peristiwa yang sama bagi para jurnalis di Indonesia. Karen menurut Fritz, terkait aktivitas peliputan sebaiknya polisi tidak terlibat mencampuri teknis kerja jurnalis, termasuk dengan para narasumbernya.
Dikatakan jika ada pemberitaan yang dianggap merugikan, maka sebaiknya ditempuh mekanisme melalui hak jawab, hak koreksi dan atau mengadu ke Dewan Pers. (*)