ZONAKATA.COM – TORAJA Ma’nene merupakan tradisi tua suku Toraja yang hanya digelar di beberapa wilayah tertentu saja. Warisan dari leluhur ini terus dilakukan hingga menjadi daya tarik tersendiri untuk para wisatawan.
Kabar mengenai mayat yang diangkat dan diganti pakaiannya, mengundang rasa penasaran wisatawan untuk melihat langsung prosesi tradisi Ma’nene.
Tentu saja, bagi yang takut melihat mayat secara langsung, diharapkan tidak menyaksikannya.
Salah satu lokasi yang masih menjalankan tradisi Ma’nene berlokasi di Lembang Sikuku, Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara. Masyarakat dan pemangku adat Sikuku membuat kesepakatan waktu pemberlakuan tradisi Ma’nene yakni empat tahun sekali.
Beberapa waktu lalu (September 2022) dilaksanakan tradisi Ma’nene, maka ke depan akan dilaksanakan pada tahun 2026 lagi. Hal ini, tidak berlaku bagi wilayah lainnya, masing-masing wilayah adat di Toraja memiliki aturan waktu pelaksanaan.
Pemangku adat Sikuku, Yulius Nanda mengatakan bahwa kepercayaan dari leluhur mereka, tanpa tradisi Ma’nene maka rangkaian kematian belum tuntas.

“Ini masih rangkaian penguburan atau kematian, jika kita tidak laksanakan Ma’nene maka dianggap belum tuntas. Kita masih memiliki utang yang harus dituntaskan,”jelasnya.
Jika dahulunya masyarakat masih memegang kepercayaan Aluk Todolo, banyak rangkaian ritual yang dilaksanakan, maka berbeda di jaman sekarang.
“Dulunya orangtua dan masyarakat kan masih Aluk Todolo, sekarang hampir semua yang melaksanakan tradisi Ma’nene ini sudah memiliki agama, maka Ma’nene disebut sebagai kegiatan membersihkan makam sebagai bentuk kasih sayang kepada leluhur atau keluarga yang telah meninggal,”ucap Yulius.
Yulius pun menjelaskan mengenai pamali atau hal yang tidak boleh dilakukan/dilanggar saat datang ke lokasi Ma’nene, seperti tidak boleh menggunakan baju hitam dan kuning dan tidak boleh menangis serta mengucapkan kata sembarangan.
Dalam rangkaian kegiatan Ma’nene, hari pertama dimulai dengan membuka pintu makam dan membersihkan sekitar area makam.
Di hari kedua, beberapa keluarga sudah mulai mengangkat mayat dari liang batu atau tempat penguburan yang disebut patane. Peti mayat ataupun bungkusan mayat kemudian dijemur dibawah terik matahari. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan lembab/basah.

Apabila pihak keluarga melihat peti/bungkusan sudah tidak layak, maka akan diganti dengan baru. Untuk membuka bungkusan/peti mayat, tergantung kesepakatan keluarga.
Beberapa mayat yang dilihat utuh, maka dapat dibersihkan dan diangkat/diberdirikan. Setelah itu dapat diganti pakaian ataupun hanya dijemur saja.
Begitu pun sebaliknya, apabila mayat tidak utuh lagi (tulang belulang sudah berpisah) maka hanya akan dijemur. Beberapa mengganti petinya, beberapa juga hanya dibiarkan saja.

Mayat yang dibungkus pun, hanya akan dirapikan saja bungkusannya dengan cara mengganti bungkusan yang usang dengan bungkusan yang baru.
Tentu saja, dalam hal ini pemahaman mengenai adanya mayat berjalan hanyalah sebuah mitos.
Di puncak rangkaian Ma’nene (hari keenam), semua pintu makam akan ditutup. Bagi yang menyiapkan kerbau maka akan disembelih dan diakhiri dengan doa syukur atas selesai semua rangkaian tradisi Ma’nene.(*)
BEDUIMA/ZK