ZONAKATA.COM – TORAJA UTARA, Rumpun keluarga besar Tongkonan Pambalan di Kelurahan Sa’dan Matallo Kecamatan Sa’dan Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan melakukan aksi penolakan dan rapat terkait tanah adat.
Pertemuan yang dihadiri kurang lebih seratus orang itu berlangsung di lokasi tanah adat Pambalan Tongkonanna Ne’ Isi Nasiossoi’ Puang Ne’ Menteng (Pallawa Gau’) Palembangan, Minggu (2/6/2024) sore.
Diketahui bagi orang Toraja tanah tongkonan adalah kawasan yang merupakan hak bersama dan dikuasai oleh masyarakat adat, dimana semua warga tongkonan mempunyai hak yang sama terhadap tanah tersebut berdasarkan suatu pertalian keturunan. Tidak terbaginya kepemilikan tanah karena merupakan simbol persatuan keluarga.
Pada aksi tersebut, rumpun keluarga besar menyatakan aksi menolak dengan tegas dan keras sertifikasi lahan diatas hak ulayat Tongkonan Pambalan sebagai bentuk perlindungan masyarakat hukum adat.
Sebab dalam adat Toraja, sertifikasi tanah ulayat tidak sesuai dengan hukum adat dan bertentangan dengan Undang-undang.
Dihadiri para tokoh adat, tokoh masyarakat, masyarakat setempat, pemuda dan lembaga adat Kecamatan Sa’dan yang mengambil peran menyampaikan aspirasi dan menjelaskan langsung silsilah keluarga Tongkonan Pambalan.
Menurut pihak keluarga, Tongkonan Pambalan adalah tongkonan layuk yang didirikan nenek moyang (leluhur) yang merupakan tongkonan tertua di Sa’dan Matallo maupun Kecamatan Sa’dan, dibangun pada zaman penjajahan sebelum Indonesia merdeka tahun 1945.
“Tanah Tongkonan tidak ada sertifikat, ada hak dan kewajiban bagi anak hingga cucu-cucu, tongkonan disini (Pambalan) sudah 17 generasi,” ucap salah satu Pemangku Adat, Matius Padalingan juga keluarga tongkonan.
Mewakili keluarga dan masyarakat di Sa’dan Matallo, Matius menjelaskan ada oknum disekitar yang sangat tidak menhargai tongkonan dan tanah adat, mengandalkan status jabatan dalam sebuah lembaga pemerintahan.
Ia menjelaskan oknum tersebut berbagai cara dilakukan agar kawasan tanah adat diterbitkan sertifikat tanah atas nama oknum yang memiliki hubungan keluarga dekat dengan salah satu pejabat di Toraja Utara.
“Dua kali kami bersurat ke kelurahan tidak pernah hadir, kami hadir sebagai lembaga adat di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Toraja Utara menjelaskan silsilah tanah adat yang bersangkutan juga tidak hadir,” ungkapnya.
Lanjut Matius, bahkan saat audiens di kantor BPN Toraja Utara beberapa saat lalu, ada dua wartawan diusir keluar ruangan dan dilarang menyimak pembicaraan.
Masyarakat Tongkonan Pambalan menduga ada oknum pejabat di Toraja Utara yang mendesak BPN menerbitkan sertifikat tanah yang luasnya kurang lebih 2 hektare tanpa melalui musyawarah atau duduk bersama keluarga besar dan para lembaga adat.
“Sepanjang saya hidup dan berumur saat ini, belum pernah adat suatu permasalahan tanah adat yang melewati kami, tidak menghargai kami sebagai keluarga dan jangan ada sabotase dalam upaya membuat sertifikat,” kata Matius.
Pihaknya hanya menginginkan keadilan, ketenangan dan ketentraman bagi tongkonan dan tidak ingin diobrak abrik pihak tertentu yang sudah ditolong dan sekarang menghianati rumpun keluarga besar.
“Laporan kami ditolak BPN dan ada sesuatu terselubung, tidak pernah lewat masayarakat adat setempat untuk menyelesaikan masalah, maka kedepan kami akan bersuara ke gedung DPRD Toraja Utara untuk mencegah pengadaan sertifikat di tanah leluhur kami,” kunci Matius.
Diketahui permasalahan tanah adat Tongkonan Pambalan sudah bergulir sejak April 2024 dan terjadi penolakan pihak keluarga saat pengurusan pembuatan sertifikat yang mana beberapa Kepala Dusun setempat diminta untuk bertanda tangan oleh oknum tertentu namun menolak.
Ris/ZK