ZONAKATA.COM – MAKASSAR Suasana rapat pleno terbuka rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) tingkat provinsi pada Pilkada serentak Sulawesi Selatan 2024 memanas. Rapat yang digelar di Hotel Sheraton Makassar pada Jumat (16/8/2024) itu menjadi tegang ketika Ketua Bawaslu Sulawesi Selatan, Mardiana Rusli, meluapkan ketidaksenangannya terhadap klarifikasi terkait 801 pemilih di Tana Toraja yang dipublikasikan tanpa koordinasi dengan KPU.
Ketegangan ini dipicu oleh tindakan anggota Bawaslu Tana Toraja, Theofilus Lias Limongan, yang mengungkapkan data 801 pemilih yang diduga akan kehilangan hak pilihnya melalui media massa. Ironisnya, data tersebut diungkap tanpa terlebih dahulu berkoordinasi dengan KPU Tana Toraja. Padahal, dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi DPS tingkat Kabupaten Tana Toraja yang dilaksanakan sehari sebelumnya, Bawaslu tidak memberikan tanggapan apapun terkait masalah ini meskipun telah diberikan kesempatan.
Ketegangan mencapai puncaknya saat Mardiana Rusli merasa keberatan ketika dimintai klarifikasi mengenai penyampaian data tersebut ke media. Dalam diskusi yang dipimpin oleh Ketua KPU Provinsi Sulsel dan Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU Sulsel, Romi Harminto, mempertanyakan alasan Bawaslu Tana Toraja membawa isu ini ke media tanpa lebih dulu berkoordinasi dengan KPU.
“Tidak bisa begitu, jangan kau melarang kami untuk bicara ke media,” tegas Mardiana dengan nada ketus, menyela pernyataan Romi.
Romi merespons dengan tegas, “Siapa yang melarang? Kita cek saja data 801 itu, mana buktinya?”
Ketegangan semakin memuncak ketika anggota KPU Tana Toraja, Intan Parerungan, meminta klarifikasi terkait 801 pemilih yang diklaim akan kehilangan hak pilih. Mardiana kembali merespons dengan nada tinggi, “Ada larangan apa kalau kami bicara ke media?” ucapnya sambil menggebrak meja.
Intan dengan tenang menanggapi, “Jangan hantam meja, Bu, yang sopan, Bu. Kami hanya butuh klarifikasi terkait data 801 tersebut karena isu ini meresahkan masyarakat.”
Namun, setelah dilakukan verifikasi terhadap sampel data dari 801 pemilih yang dipersoalkan, tidak ditemukan bukti bahwa hak pilih mereka telah dihilangkan. Dari hasil penyandingan data, ditemukan bahwa pemilih tersebut sebenarnya telah terdaftar di Tana Toraja dan Mamasa.
Insiden ini memperlihatkan ketegangan yang masih ada antara Bawaslu dan KPU dalam upaya memastikan keakuratan dan transparansi data pemilih menjelang pemilihan yang akan datang.