ZONAKATA.COM – TANA TORAJA Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI tengah mencanangkan larangan impor baju bekas atau thrifting, Rabu (22/3/2023)
Alih-alih mendapatkan antusiasme, kini kebijakan tersebut menuai pro dan kontra masyarakat.
Seperti di Kabupaten Tana Toraja, Sulsel. Beberapa warga yang dimintai pendapatnya mengaku tidak setuju, namun ada juga yang mendukung kebijakan pemerintah ini.
Salah seorang warga Makale, Chika (23 tahun) mengaku tidak setuju dengan kebijakan ini. Menurutnya warga Indonesia pada umumnya adalah pecinta cap karung (cakar). Utamanya kata dia, bagi kalangan menengah kebawah.
“Kalau saya tidak setuju ya, karena warga Indonesia itu pencinta cakar, di Pasar Makale saja kalau buka baru pasti diserbu warga,” katanya.
Selain itu, harga pakaian bekas impor juga terjangkau. Cocok untuk kalangan menengah kebawah.
“Harga murah, tapi bermerek, cocok bagi yang tidak mampu beli brand mahal,” ungkapnya.
Hal serupa diungkapkan Hasnawati (36 tahun). Ia menilai pakaian bekas impor lebih efisien untuk di jangkau masyarakat. Selain itu, bahan pun kualitas pakaian bekas impor juga tak kalah dari brand ternama.
“Saya pecinta cakar, kalau dilarang masuk Indonesia apalagi Toraja saya sendiri tidak setuju. Kalau mau beli baju baru terlalu mahal, banyak juga baju baru yang kualitasnya jelek,” ujar Hasnawati.
Sementara itu, ada juga yang setuju dengan wacana larangan impor pakaian bekas ini. Seperti yang diungkapkan Fidelis, yang juga warga Makale, Tana Toraja.
Pemuda berusia 30 tahun itu menuturkan, peredaran baju bekas sudah seharusnya dilarang di Indonesia. Hal itu kata dia, untuk meminimalisir kerugian untuk pelaku usaha lokal.
“Kalau menurutku peredaran baju bekas memang seharusnya dilarang, apalagi jika tidak sesuai dengan prosedur yang ada, hal ini untuk meminimalisir kerugian pelaku usaha dalam negeri atau brand-brand Indonesia sendiri,” ucapnya.
“Jika hal ini tidak ditanggulangi akan berdampak pada usaha milik anak bangsa yang bergerak di bidang garmen. Apalagi pakaian bekas impor harganya tergolong lebih murah dari brand yang diproduksi di Indonesia,” tutur Fidelis.
Namun, dari pro kontra ini, ada juga warga yang bersikap netral. Mereka mendukung upaya pemerintah ini, meski juga harus mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan.
“Saya pribadi apapun yang dilakukan pada dasarnya ada dampak negatif dan positifnya, tapi kalau dilihat pada kenyataannya cakar itu bagus, selain harganya terjangkau juga kualitasnya baik. Jadi masyarakat akan tertolong apalagi bagi yang kurang mampu,” kata Wasti Serlinawati, warga Kendenan, Makale.
“Tapi kalau ada larangan dari pemerintah masyarakat bisa apa? Kita pun akan menghargai itu karena pasti ada pertimbangan khusus dan matang dari pemerintah,” ungkapnya menambahkan.
Tika/ZK