Korupsi Dana Desa Rawan Jika Tidak Diawasi Penggunaanya

Populer

ZONAKATACOM – TANA TORAJA Tidak terbantahkan, sebuah penyalahgunaan wewenang bakal selalu kemungkinan terjadi karena ada kesempatan yang terbuka. Misalnya dana desa.

Berbagai modus korupsi dana desa ini sesungguhnya bisa diantisipasi jika warga desa dan berbagai perangkat yang memiliki wewenang melakukan pengawasan aktif.

Seperti memonitor setiap langkah yang dilakukan dengan pembelanjaan dana desa.

Kapolres Tana Toraja AKBP. Julianto P. Sirait, sebelumnya telah menyebutkan ada 25 Kepala Desa (Lembang) yang telah diperiksa dan sejumlah diantaranya potensi menjadi tersangka.

Hal ini terjadi karena sejumlah faktor, salah satunya adalah kurangnya pengawasan dari warga.

Korupsi Dana Desa Rawan Jika Tidak Diawasi Penggunaanya
Kapolres Tana Toraja AKBP. Julianto P. Sirait, SH, S.Ik

Kapolres menenggarai, modus korupsi dana Lembang sebenarnya memiliki pola yang sama seperti pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai alias fiktif dan mark up anggaran.

Selain itu penyelewengan dana Lembang untuk kepentingan pribadi adalah beberapa pola yang banyak dilakukan, ditambah lagi lemahnya pengawasan adalah salah satu penyebab terjadinya korupsi dana Lembang.

Beberapa waktu lalu Indonesian Corruption Watch (ICW) telah melakukan penelitian mengenai modus korupsi dana desa, seperti dilansir di laman theeast.co.id

Peneliti ICW Egi Primayoga memaparkan hasil penelitiannya, ada sejumlah modus korupsi dana desa yang disimpukan ICW berdasar penelitiannya. Modus itu antara lain:

  1. Membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar. Ini bisa diantisipasi jika pengadaan dilakukan secara terbuka dan menggunakan potensi lokal desa. Misalnya, pengadaan bahan bangunan di toko bangunan yang ada di desa sehingga bisa melakukan cek bersama mengenai kepastian biaya atau harga-harga barang yang dibutuhkan.
  2. Mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain. Modus ini hanya bisa terlihat jika pengawas memahami alokasi pendanaan oleh desa. Modus seperti ini banyak dilakukan karea relatif tersembunyi. Karena itulah APBDes harus terbuka agar seluruh warga bisa melakukan pengawasan atasnya.
  3. Meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan. Ini juga sangat banyak terjadi, dari mulai kepentingan pribadi hingga untuk kepentingan lainnya.
  4. Membuat perjalanan dinas fiktif kepala desa dan jajarannya. Banyak kasus perjalanan untuk pelatihan dan sebagainya ternyata lebih ditujukan utuk pelesiran saja.
  5. Pengelembungan (mark up) pembayaran honorarium perangkat desa.
  6. Pengelembungan (mark up) pembayaran alat tulis kantor. Ini bisa dilihat secara fisik tetapi harus pula paham apa saja alokasi yang telah disusun.
  7. Memungut pajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak. Pengawas harus memahami alur dana menyangkut pendapatan dari sektor pajak ini.
  8. Pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun peruntukkan secara pribadi. Lagi-lagi budaya ewuh prakewuh (sungkan) menjadi salah satu penghambat kasus seperti ini sehingga seringkali terjadi pembiaran
  9. Pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa. Publik harus tahu alokasi pendanaan dana desa agar kasus ini tidak perlu terjadi
  10. Melakukan permainan (kongkalingkong) dalam proyek yang didanai dana desa. Bisa ditelusuri sejak dilakukannya Musyawarah Desa dan aturan mengenai larangan menggunakan jasa kontraktor dari luar.
  11. Membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa. **

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

spot_img

RSUD Pongtiku Toraja Utara Kini Miliki Unit Transfusi Darah

ZONAKATA.COM - TORAJA UTARA    Kabar gembira bagi masyarakat Toraja Utara! Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pongtiku kini telah...

Berita Lain